Sabtu, 30 Oktober 2010

POTENSI VIRUS CMV DALAM MEMATAHKAN KETAHANAN TERHADAP VIRUS PVY PADA TEMBAKAU TRANSGENIK

          Salah satu kendala dalam produksi suatu komoditas tanaman di negara yang beriklim tropis dan lembab adalah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) seperti serangga hama dan patogen tumbuhan. Salah satu cara penanggulangannya adalah dengan penanaman tanaman tahan yang merupakan hasil dari modifikasi atau rekayasa genetik.
         Pangan hasil rekayasa genetik (GMF) atau organisme hasil rekayasa genetik (GMO) atau yang di Indonesia dikenal sebagai tanaman transgenik diartikan sebagai suatu tanaman untuk bahan pangan maupun pakan yang dihasilkan dari teknik rekayasa biologi molekuler. Tanaman-tanaman tersebut dimodifikasi di laboratorium untuk memperbaiki sifat-sifat yang diinginkan seperti meningkatkan resistensi terhadap pestisida atau memperbaiki kandungan gizinya. Perbaikan sifat-sifat tanaman ini secara konvensional dapat dilakukan dengan breeding, atau pemuliaan tanaman, akan tetapi cara ini butuh waktu yang sangat lama dan hasilnya tidak terlalu akurat sesuai yang diinginkan. Rekayasa genetik yang dikembangkan dapat menciptakan tanaman baru dengan waktu yang cepat dan akurat (Anonim, 2008).
          Terjadinya ketahanan terhadap virus pada tanaman transgenik berlangsung pada level RNA, dan dikenal dengan istilah 'gene silencing'. Mekanisme 'gene silencing' bisa terjadi dalam tahap sebelum transkripsi gen dalam nukleus yang disebut dengan istilah ‘transcriptional gene silencing' (TGS); selain itu gene silencing bisa juga terjadi di dalam sitoplasma yaitu pada tahap pasca transkripsi gen yang disebut dengan 'post¬ trancriptional gene silencing' (PTGS). PTGS merupakan mekanisme yang paling sering terjadi dalam hubungannya dengan PDR. Terjadinya PTGS dapat diinduksi oleh populasi dsRNA dalam nukleus atau sitoplasma yang berasaI dari virus yang tengah ber-replikasi, atau sekuens transgene yang berasal dari virus dengan melibatkan RNA-dependent RNA Polymerase (RdRP) baik yang berasal dari tanaman sendiri ataupun yang berasal dari genome virus.
          Masalah penting yang berkaitan dengan penggunaan varietas transgenik tahan virus dalam dunia pertanian adalah stabilitas varietas-varietas tersebut di lapang, dimana populasi virus sangat bervariasi. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa genome virus telah berevolusi dengan menghasilkan protein yang bisa mematahkan ketahanan transgenik yang diperoleh melalui mekanisme PTGS. Potensi virus CMV (Cucumber Mozaic Virus) dalam mematahkan ketahanan terhadap virus PVY (Potato Virus Y) pada¬ tembakau transgenik yang mengekspresikan gen Nia.
           Virus CMV (Cucumber Mozaic Virus) merupakan penyebab penyakit pada tanaman tembakau yang sangat merugikan. Gejala daun yang terserang CMV adalah terjadinya perubahan warna seperti pola mosaik, seringkali tanaman menjadi kerdil, daun menyempit dan mengalami distorsi. Penyakit yang disebakan oleh virus ini sampai saat ini masih sulit dikendalikan karena virus ini mempunyai banyak jenis tanaman inang dan dapat disebarkan oleh vektor, biji, bahan perbanyakan tanaman, dan alat mekanis. Pengendalian penyakit CMV yang banyak dilakukan hanyalan bersifat sebagai pencegahan misalnya penggunaan bibit tahan atau bebas viru, eradikasi tanaman terinfeksi, pengendalian vektor dan proteksi silang (Suhara, 2007).
           Sedangkan virus PVY (Potato Virus Y) adalah virus yang biasa menyebabkan penyakit pada tanaman kentang, tetapi selain kentang juga dapat menginfeksi tembakau. Virus ini mempunyai titik pengenceran terakhir 1 : 1000 – 100.000 dan titik pemanasan inaktifasi lebih kurang 500 C. Zarah-zarah virus berbentuk benang-benang pendek yang panjangnya berbeda. Didalam sitoplasma sel tanaman sakit terdapat inklusi yang berbentuk cakra, yang merupakan tanda khas dari PVY. Daun tanaman yang terinfeksi penyakit oleh virus ini akan berwarna belang antara hijau tua dan hijau muda Kadang-kadang disertai dengan perubahan bentuk daun (cekung, keriting atau memanjang). Penyakit ini juga menyebabkan bentuk daun menyempit sepeti rambut atau bercak berpola daun oak pada buah dan pada daun, atau mosaik klorosis. Jika menyerang tanaman muda, pertumbuhan tanaman terhambat dan akhirnya mati (Risti, 2010).
           Selain menginfeksi tanaman dan merusala tanaman, virus CMV ini juga ternyata dapat mematahkan ketahanan tanaman tembakau terhadap virus PVY. Gen 20 dari CMV telah diidentifikasi peranannya sebagai pematah ketahanan transgenik atau suppressor. Gen tersebut juga berfungsi sebagai faktor yang berpengaruh pada pergerakan virus secara sistemik pada inang tertentu. Pematahan ketahanan transgenik oleh CMV ternyata hanya bersifat sementara dimana PVY hanya mampu memperbanyak molekulnya pada beberapa daun sistemik saja dan setelah itu titernya berangsur-angsur menurun sampai mencapai tingkat tidak terdeteksi sama sekali. Kelimpahan titer CMV secara sistemik dalam daun dimana PVY sudah tidak terdeteksi ternyata tidak mampu membantu multiplikasi PVY selelah proses re¬inokulasi.

Mekanisme Pematahan Ketahanan Terhadap PVY 

         Hasil penelitian ko-inokulasi CMV dan PVY untuk mengetahui fungsi CMV sebagai pematah ketahanan transgenik dalam mekanisme Post-transcriptional gene silencing yang berpengaruh terhadap stabilitas transgen Nia dalam konstruksi ‘sense-antisense' pada galur no. 16 menunjukkan bahwa ketahanan terhadap PVY pada galur 16 terpatahkan dimulai dari daun baru yang terbentuk setelah inokulasi dengan CMV. CMV bisa dideteksi pada semua daun, sebaliknya PVY tidak bisa dideteksi pada daun-daun yang telah terbentuk pada saat inokulasi dengan CMV.
         Secara umum, CMV yang terakumulasi pada semua daun sistemik mengalami hambatan untuk bergerak ke bagian atas tanaman. Hal ini menunjukkan fenomena pematahan ketahanan hanya sementara dan bukan secara permanen. Mekanisme pematahan ketahanan terhadap PVY disebabkan oleh aktivitas gen 2b yang dikenal sebagai suppressor. Aktivitas gen 2b yang ditunjang dengan pengamatan akumulasi PVY hanya pada daun-daun baru yang terbentuk setelah inokulasi CMV menunjukkan bahwa gen 2b menghambat proses inisiasi ketahanan hanya pada daun-daun baru dan bukan pada daun-daun yang telah terbentuk pada saat inokulasi dengan CMV dimana sistem Post-transcriptional gene silencing telah berfungsi.
         Peningkatan selang waktu antara inokulasi CMV dan PVY meningkatkan proporsi pematahan ketahanan terhadap PVY pada individu tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pematahan ketahanan disusul dengan inokulasi CMV, PVY gagal mempertahankan infeksi sistemiknya meskipun akumulasi CMV terus melimpah. Dengan kata lain terjadi pemulihan ketahanan tanaman terhadap PVY. Fenomena pulihnya ketahanan terhadap PVY bervariasi, ditunjukkan dengan lenyapnya gejala PVY. Menurunnya akumulasi PVY pada bagian atas tanaman dapat disebabkan oleh adanya hambatan pada pergerakan sistemik PVY atau replikasinya, terbukti dengan tidak terdeteksinya pada daun yang diinokulasi maupun daun-daun di atasnya. Dengan pengaturan selang waktu inokulasi CMV dan PVY diketahui bahwa CMV mampu mematahkan ketahanan transgenik terhadap PVY. Infeksi PVY hanya bersifat sementara, dan tanaman mampu memulihkan ketahanannya bahkan menjadi lebih resisten terhadap PVY.
          Pematahan ketahanan terhadap PVY akibat suppressor dari CMV pada galur no.16 berkaitan dengan deteksi mRNA dari transgen. Level transkripsi mRNA transgen sebanding dengan akumulasi PVY. Ketika PVY tereliminasi dari sistem, level transkripsi mRNA transgen pulih kembali. Hal ini menunjukkan bahwa RNA yang berasal dari PVY yang menginfeksi sistem tersebut memiliki pengaruh negatif terhadap level mRNA transgen sebagai akibat aksi suppressor dari CMV. Hal ini terjadi karena replikasi PVY berperan sebagai faktor induksi tambahan dan menambah akumulasi target RNA dalam sistem pematah ketahanan. Akibatnya, PVY tidak mampu melakukan replikasi dan tereliminasi (Anonim, 2010).